Ahli Tauhid: Takut Syirik dan Mendakwahkan Tauhid (Bag. 3)
Baca pembahasan sebelumnya Ahli Tauhid: Takut Syirik dan Mendakwahkan Tauhid (Bag. 2)
Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,
Ahli tauhid itu semangat mendakwahkan tauhid
Profil ahli tauhid yang sempurna adalah sosok hamba Allah yang mencintai Allah, ajaran-Nya (tauhid), kemudian mencintai ahli tauhid, serta mencintai untuk mempelajari tauhid, mengamalkannya, dan mendakwahkannya.
Sebaliknya, ahli tauhid membenci sesembahan selain Allah (yang ia rida untuk disembah), musuh-musuh Allah, syirik, membenci musyrik (pelaku syirik) karena kesyirikannya, dan membenci musuh ahli tauhid (musuh kaum muslimin) karena permusuhan mereka terhadap ahli tauhid. Namun, kebencian ahli tauhid terhadap syirik dan musyrik itu dengan tetap tidak boleh menzaliminya dan tetap berlaku adil dan baik kepadanya. Hal ini selama mereka tidak memerangi kaum muslimin, guna menampakkan keindahan Islam.
Bahkan, justru ahli tauhid terdorong untuk mendakwahi pelaku kesyirikan dengan bijak dan kasih sayang. Karena tuntutan tauhid adalah tidak rida jika Allah disamakan/ dipersekutukan dengan makhluk (syirik). Sehingga ahli tauhid (muslim dan muslimah) itu jika melihat kesyirikan di masyarakatnya, maka hatinya akan tergerak untuk mendakwahi pelakunya dengan bijaksana, kelembutan, serta kasih sayang, tidak menggunakan cara-cara radikal yang bertentangan dengan sikap dakwah bilhikmah, demi menggapai rida Allah dan menghindari murka Allah.
Perlu diketahui, syahadat laailaha illallah itu mengandung makna meyakini, mengucapkan, dan mengabarkan kalimat tauhid, dan ini mengisyaratkan dakwah tauhid, karena mengabarkan tauhid akan sempurna dengan mengajak orang lain bertauhid dan meninggalkan syirik.
Hubungan antara takut syirik dan dakwah tauhid
Bahwa bentuk kesempurnaan rasa takut terhadap kesyirikan adalah berdakwah mengajak manusia untuk bertauhid. Dan dengan mengingatkan diri dan orang lain akan bahaya syirik sebagai bentuk kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang lain agar tidak terjatuh ke dalam dosa terbesar (syirik). Dan agar tidak terkena azab akibat meninggalkan dakwah tauhid dan meninggalkan pengingkaran terhadap syirik.
Baca Juga: Fatwa: Apakah Pelaku Syirik Kecil Kekal di Neraka?
Hukum berdakwah
Ulama rahimahumullah berselisih pendapat tentang hukum berdakwah. Sebagian ulama ada yang berpendapat hukumnya fardhu ‘ain, namun sebagian ulama yang lainnya menyatakan fardhu kifayah. Pendapat yang terkuat, sebagaimana dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,
الدعوة إلى الله تجب على كل مسلم ، لكنها فرض على الكفاية ، وإنما يجب على الرجل المعين من ذلك ما يقدر عليه إذا لم يقم به غيره
“Dakwah mengajak manusia kepada Allah hukumnya wajib bagi setiap muslim. Akan tetapi, jenis wajibnya adalah fardhu kifayah. Sedangkan bagi orang tertentu menjadi fardhu (‘ain) sesuai dengan kemampuannya, jika tidak ada seorang pun yang berdakwah (di tempat itu).” (Majmu’ul Fatawa, 15: 166) [1]
Dengan demikian, hukum dakwah ilallah, mengajak manusia kepada Allah (termasuk dakwah tauhid dan ajaran syari’at Islam yang lainnya) adalah fardhu kifayah. Namun, bisa menjadi fardhu ‘ain dalam kondisi tertentu, misalnya: (1) tidak ada seorang pun yang berdakwah tauhid atau mengingkari kesyirikan di tempat itu; atau (2) sudah ada orang yang berdakwah di tempat tersebut, namun belum mampu memenuhi kewajiban dakwah di tempat tersebut karena sedikitnya da’i dan luasnya wilayah yang didakwahi. Jadi, jika telah ada sekolompok kaum muslimin yang melaksanakan kewajiban dakwah, maka bagi kaum muslimin lainnya hukumnya menjadi sunah.
An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan dalam kitab beliau [2] Syarah Shahih Muslim bahwa hukum amar makruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah. Apabila semua kaum muslimin meninggalkannya, berdosalah orang yang mampu menunaikannya tanpa uzur dan tanpa takut.
Dan terkadang hukum mengingkari kemungkaran itu menjadi fardhu ‘ain bagi orang tertentu, misalnya pada kondisi tidak ada yang mengetahui kemungkaran tersebut kecuali dia saja, atau tidak ada yang bisa menghilangkan kemungkaran tersebut kecuali dia saja, atau seperti orang yang melihat istri, anak, atau pembantunya melakukan kemungkaran sedangkan dia mampu untuk mengingkarinya.
Baca Juga: Antara Nadzar Tauhid, Syirik, Maksiat dan Makruh
Pertama: Firman Allah dalam surah Yusuf ayat 108
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, (yaitu) berdakwah mengajak (manusia) kepada Allah dengan ilmu syar’i, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.`”
Ciri khas jalan hidup yang ditempuh Imam ahli tauhid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikutinya (para ahli tauhid, dan tokoh utamanya yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum) adalah berdakwah di atas ilmu syar’i. Dan mengajak manusia kepada Allah itu termasuk dakwah tauhid dan berdakwah mengajarkan ajaran syari’at Islam yang lainnya.
Dan dalam ayat ini, Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyatakan bahwa ciri khas jalan hidupnya adalah berdakwah mengajak manusia kepada Allah di atas ilmu syar’i. Hal ini menunjukkan bahwa dakwah mengajak manusia kepada Allah di atas ilmu syar’i itu hukumnya wajib. Maka, tidak ada satu pun orang yang mengaku mencintai Allah dan mencintai tauhid serta mengaku sebagai pengikut Imam ahli tauhid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan baik, kecuali ia mencintai tauhid tersebar di muka bumi, mencintai negerinya bertauhid, dan mencintai saudaranya bertauhid. Sebagaimana ia benci jika melihat fenomena kesyirikan, sehingga terdorong untuk mendakwahinya.
Kedua: Hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Yaman,
إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله ـ وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله ـ فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك: فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب
“Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat laailaaha illallah. Dalam riwayat yang lain disebutkan ‘Supaya mereka mentauhidkan Allah.’ Jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka salat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari mengambil harta terbaik mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dengan Allah.”[3] (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, terdapat semangat yang ditunjukkan oleh Imam ahli tauhid, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam mendakwahi masyarakat. Sampai pun masyarakat yang berbeda akidah di negeri seberang (Yaman) dengan mengutus da’i-nya (Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu). Masyarakat Yaman ketika itu berpotensi menentang dakwah, karena mereka adalah ahli kitab. Berarti mereka memiliki ilmu, yang memungkinkan mendebat da’i, sehingga tergambar beratnya mendakwahi mereka. Dengan kondisi dakwah seperti itu pun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap bersemangat memerintahkan Mu’adz radhiyallahu ‘anhu mendakwahi mereka dengan tauhid sebagai materi pertama kalinya.
Ketiga: Hadis Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu saat mengutusnya dalam peperangan sebagai panglima perang,
انفذ على رسلك حتى تنزل بساحتهم، ثم ادعهم إلى الإسلام وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى فيه، فوالله لأن يهدي الله بك رجلاً واحداً، خير لك من حمر النعم
“Melangkahlah engkau ke depan dengan tenang hingga engkau sampai di tempat mereka, kemudian ajaklah
mereka kepada Islam, dan sampaikanlah kepada mereka akan hak-hak Allah dalam Islam yang wajib atas mereka. Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah (Islam) kepada seseorang dengan sebab kamu, itu lebih baik dari unta-unta merah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada panglima perang yang beliau utus, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar berdakwah mengajak kepada Islam sebelum perang dan hal ini menunjukkan wajibnya berdakwah mengajak kepada Islam.
Berdakwah mengajak kepada Islam, berarti berdakwah kepada tauhid, karena paling agung dari rukun-rukunnya adalah syahadatain (dan syahadat pertama adalah tauhid), padahal perintah berdakwah tauhid itu di saat akan berperang, tentunya ini suatu keadaan yang berat. Ini menunjukkan kegigihan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperjuangkan ajaran terpenting dari agama Islam, yaitu tauhid, agar tersebar di muka bumi, agar seluruh manusia menyembah Allah semata.
Baca Juga: Makna Syirik dan Larangan Berbuat Syirik
Keempat: Hadis-hadis lainnya
Bahkan, dalam hadis lainnya, ketika tauhid telah kokoh di dada kaum muslimin dan bendera Islam telah berkibar tinggi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar kabar bahwa di Yaman ada sebuah patung yang disembah yang bernama Dzul Khalashah. Beliau pun menjadi gundah gulana.
Beliau kemudian mengutus Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu ke Yaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,
ألا تريحني من ذي الخلصة؟
“Tidakkah engkau ingin membuatku tenang dari Dzul Khalashah?” (HR. Bukhari no. 4355-4357 dan Muslim no. 136-137, dan yang lainnya)
Kesimpulan
Sosok ahli tauhid adalah sosok yang mencintai Allah dan tauhid, serta membenci syirik dan musyrikin karena kesyirikannya. Oleh karena itu, ahli tauhid itu takut terhadap kesyirikan dan semangat mendakwahkan tauhid, mengajak manusia meninggalkan syirik, sebagai wujud kasih sayang kepada manusia lillahi ta’ala.
Wallahu a’lam.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
[Selesai]
Baca Juga:
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel asli: https://muslim.or.id/78074-takut-syirik-dan-mendakwahkan-tauhid-bag-3.html